Demo besar terjadi pada hari Kamis (8/10/2020) di sejumlah kota di Indonesia guna menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Pasalnya, RUU tersebut memuat sejumlah pasal yang dinilai kontroversial dan dapat merenggut sejumlah hak buruh.

Kendati demikian, UU tersebut dinilai dapat menjawab kebutuhan pekerja, industri, UKM hingga lainnya. Dalam serangkaian pasal yang telah dibuat, hal itu turut mengubah sejumlah pasal yang termuat dalam UU ketenagakerjaan tahun 2003. Berikut beberapa perubahan yang perlu Anda ketahui.

Baca juga: Omnibus Law, apa itu dan kenapa banyak diperbincangkan? 

Pasal 77A (Peningkatan waktu kerja lembur)

Pasal 77A mengatur peraturan mengenai waktu lembur. Dalam pasal tersebut dituliskan bahwa, perusahaan boleh menetapkan waktu kerja melebihi ketentuan yang sudah ada untuk sektor atau jenis pekerjaan tertentu.

Selain itu, ketentuan ini juga mengatur akan status pekerja kontrak sementara. Batas waktu maksimal pekerja kontrak dihapuskan sehingga, perusahaan berhak mempertahankan status kontrak dari sang pekerja hingga batas waktu yang tak ditentukan.

Pasal 88C dan 88D (Upah minimum karyawan)

Pasal 88C menghapus upah minimum karyawan (UMK). Dengan begitu, UMK di setiap kota dan kabupaten akan dipukul rata, terlepas dari tingkat kebutuhan hidup yang ada di setiap daerah dan juga faktor lainnya yang turut mempengaruhi.

Selain itu, pasal 88D juga turut berpengaruh dalam penentuan UMK. Inflasi dan biaya hidup tidak lagi menjadi faktor yang mempengaruhi besaran UMK yang diterima. Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi besaran UMK yang diterima di setiap daerah bisa kecil.

Dilansir dari Tirto, Usman Hamid selaku direktur eksekutif dari Amnesty International Indonesia mengatakan bahwa hal ini akan melemahkan standar UMK yang ada di Indonesia. Dengan begitu, standar kelayakan hidup setiap orang akan turut terpengaruh akibat adanya hal ini.

Baca juga: Payment term, konsep dan jenis-jenisnya dalam bisnis

Pasal 91

Pasal 91 merupakan bagian dari UU Ketenagakerjaan. Pasal ini dihapus dan berisi tentang kewajiban pengusaha untuk membayar upah para pekerja yang telah disesuaikan dengan standar upah minimum yang ada dalam peraturan undang-undang.

Pasal 93 ayat 2 (Ketentuan cuti)

UU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan pada pasal 93 ayat 2 di UU ketenagakerjaan tahun 2003 yang memuat tentang cuti, khususnya cuti khusus dan izin tidak masuk kerja saat haid pada hari pertama yang dialami perempuan.

Selain itu, UU tersebut juga menghapus izin atau cuti khusus yang biasanya digunakan untuk menikah, khitan, baptis anak, istri melahirkan atau keguguran atau izin khusus untuk anggota keluarga yang meninggal.

Terakhir, cuti khusus yang dihapus meliputi beberapa kondisi. Pertama, kondisi untuk menjalankan perintah sesuai agama masing-masing. Kedua, pelaksanaan tugas berserikat sesuai dengan persetujuan pengusaha dan pelaksanaan tugas Pendidikan yang diberikan oleh perusahaan. Hingga artikel ini ditulis, sejumlah pemerintah daerah telah mengajukan penolakan akan UU tersebut mulai dari Jawa Barat, Kalimantan Barat, DI Yogyakarta, Bandung Barat, Bandung, Sukabumi dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia.