Sampai saat ini pandemi Covid-19 belum kunjung usai. Bahkan diperparah dengan meningkatnya kasus positif akibat varian baru Covid-19 yang membuat pemerintah kembali harus menarik PPKM darurat. PPKM darurat diterapkan di Jawa dan Bali mulai 3-20 Juli 2021 untuk menekan laju penularan Covid-19. Pembatasan aktivitas sosial selama masa pandemi ini tentunya telah membawa dampak yang cukup signifikan di hampir semua sektor bisnis. Salah satu sektor usaha yang paling terkena dampak adalah sektor bisnis eceran khususnya bisnis ritel.

Pada PPKM darurat terdapat ketentuan tentang operasional pusat perbelanjaan atau mall atau pusat perdagangan ditutup. Mengutip pernyataan dari Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, tentang sektor esensial dalam segala aturan pembatasan memang tidak akan dilarang, karena terkait dengan hajat kebutuhan manusia.

Namun saat ini untuk mendapatkan kebutuhan sektor esensial paling banyak didapatkan pada pusat perbelanjaan. “Bukan persoalan usaha ritel bagaimana, tapi bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari tanpa kesulitan. Nah, bicara untuk memenuhi kebutuhan ini didapatkan di dua tempat ritel modern atau pasar,” katanya.

Baca juga: Dampak pandemi COVID-19 terhadap industri FMCG dan bagaimana cara mengatasinya

Modern trade mampu beradaptasi dengan baik selama pandemi

Seperti yang diketahui bahwa banyak masyarakat yang memenuhi kebutuhannya pada ritel modern, melihat pasar tradisional hanya memiliki waktu beroperasi di pagi hari. Roy menjelaskan sedangkan penempatan ritel modern seperti supermarket dan hypermarket 80% berada dalam mal. Sehingga ada potensi masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan hidup hariannya. Selain itu Roy juga menjelaskan skenario terburuk dari penutupan pusat perbelanjaan, yang ujungnya harus kembali merumahkan karyawan.

Namun sebelumnya, berdasarkan survei atau riset pasar yang dilaksanakan Emporio Analytics eyos Indonesia menyimpulkan, untuk bisnis toko ritel modern trade independent (MTI) tidak menunjukkan penurunan. Beberapa toko ritel pun mencatat angka pertumbuhan omset yang sangat tinggi.

Salah satu yang menarik perhatian justru di saat aktivitas ekonomi yang menurun akibat Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, bisnis minimarket dan supermarket mandiri skala lokal tumbuh pesat dan menjamur di berbagai kota di seluruh Indonesia. Mereka (minimarket dan supermarket lokal) ini bersaing dengan minimarket branded jaringan nasional yang sudah dikenal dan mempunyai pelanggan loyal seperti Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi.

Baca juga: Tren industri FMCG di Indonesia pada tahun 2020

Alasannya tidak tergerus arus pandemi

Diantara sebagian kecil dari jenis-jenis usaha yang bertahan saat pandemi, bisnis modern trade menjadi salah satu bisnis yang bertahan. Bukan tanpa alasan, lebih banyaknya kegiatan masyarakat di rumah selama pandemi membuat permintaan kebutuhan pokok semakin meningkat. Dengan produk yang menjadi kebutuhan utama masyarakat dapat dipastikan bahwa usaha modern trade menjadi salah satu bisnis yang tidak akan lekang oleh waktu dan dapat diandalkan untuk investasi jangka panjang.

Hal tersebut membuat para pengusaha modern trade lebih positif dalam menjalankan usahanya. Tidak hanya itu dengan terbatasnya aktivitas masyarakat di ruang terbuka untuk bisa memenuhi kebutuhannya tanpa harus keluar rumah, membuat para pelaku bisnis juga mengoptimalkan pemasaran online dan digital branding sebagai sarana komunikasi dengan target konsumennya. Mulai dari fokus ke pemasaran digital melalui website yang dijadikan e-commerce, social media, search engine, penjualan melalui marketplace, dan membentuk tim reseller untuk menjual produknya. Dengan melakukan berbagai cara tersebut diharapkan dapat mendongkrak pendapatan agar tetap dapat bertahan pada masa-masa sulit seperti saat ini.