“Diskon berakhir dalam 30 menit” atau “Produk ini tinggal 2 lagi”. Pernahkah kamu mengalami dua hal tersebut ketika sedang ingin membeli sesuatu melalui ecommerce ataupun marketplace? Jika iya, itu bukanlah sesuatu yang dipasang tanpa ada maksudnya.

Setiap tulisan di dalam deskripsi sebuah produk biasanya memiliki makna untuk membujuk kamu membeli produk tersebut. Dan, dua kalimat di atas menjadi salah ‘senjata utama’ agar kamu melakukan closingan atau pembelian.

Ketika kamu melihat salah satu dari dua kalimat tersebut, apa yang kamu rasakan? Pastinya, kamu ingin langsung segera membelinya. Apalagi, produk tersebut merupakan salah satu dari wish list yang kamu cari selama ini.

Jika kamu merasakan hal demikian, itu berarti strategi marketing dari ecommerce ataupun marketplace tersebut berhasil. Strategi yang mereka gunakan adalah FOMO (Fear of Missing Out). Apa itu FOMO marketing?

Singkatnya, FOMO adalah istilah untuk mereka (pembeli) yang merasa takut untuk kehilangan barang yang diinginkan. Dengan demikian, mereka akan langsung melakukan pembelian saat itu juga. Kenyataanya, FOMO merupakan salah satu jenis psikologi yang terjadi secara natural.

FOMO tidak hanya terjadi dalam dunia bisnis tetapi juga di dunia nyata. Misalnya, kamu ‘latah’ dan ingin mengikuti tren tertentu. Ketika demam es kepal milo, semua orang menginginkannya dan kamu juga menjadi salah satu dari mereka.

Apabila tidak ikut merasakan hype membuat es kepal milo, kamu akan merasa tertinggal di belakang. Hal itulah yang dimaksud sebagai FOMO. Rasa takut akan ketinggalan sesuatu, yang secara alami, menjangkit semua orang.

FOMO Marketing hanyalah satu dari sekian banyak strategi marketing yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan startup besar dunia. Di bawah ini, Paper.id akan membongkar sekitar 10 strategi marketing hanya untuk kalian:

1. Missed Opportunities

Missed Opportunities

Strategi marketing pertama dalam menggunakan Fear of Missing Out adalah dengan menampilkan pesan seolah-olah kamu baru saja melewatkan kesempatan besar (Missed Opportunities). Salah satu contoh website yang menggunakan hal ini adalah Booking.com.

Situs penyedia hotel, apartemen dan lain-lain ini mencantumkan tulisan:

“Maaf, properti yang kamu inginkan sudah habis di tanggal xx-xx-xx.” 

Tulisan tersebut kemudian ditutup dengan kalimat:

“Tanggal yang kamu pilih itu sangat populer, kami bisa menyediakan di tanggal lain. Apakah kamu bersedia?” 

Booking.com memberikan pelanggan mereka sebuah kalimat hook di akhirnya. Harapannya adalah agar pelanggan tersebut mau memesan di hari yang lain. Hal ini cukup efektif mengundang pelanggan untuk memesan di waktu berbeda.

Baca Juga: Cara Starbucks Raih Hati Pelanggan Menggunakan 3 Trik Psikologi Marketing Ini

2. Stock Availability

stock availability

Salah satu sifat yang membuat orang terkena FOMO adalah kelangkaan (scarcity). 

Semakin langka sebuah produk, semakin banyak orang juga yang yang tertarik untuk mau membelinya. Cara ini dilakukan oleh marketplace dan ecommerce terkemuka di Indonesia, seperti Lazada, Blibli, dll.

Contohnya, bisa kamu lihat seperti gambar tas yang tertera di atas. Gambar tersebut diambil dari salah satu ecommerce terkemuka asal Amerika Serikat yakni Amazon.

Dalam gambar tersebut, Amazon menuliskan:

“Produk hanya tersisa dua lagi, lebih baik order sekarang.”

Pesan stock availability bisa menggugah pelanggan untuk melakukan order secara langsung tanpa menyimpannya dalam cart terlebih dahulu (baca: menunda-nunda waktu).

3. Time Limit

Time Limits

Keputusan impulsif selalu mendominasi ketika kamu sedang melakukan belanja online. Itulah kenapa, banyak toko online yang menggunakan time limit agar pelanggan mereka langsung mereka pembelian.

Biasanya, time limit digunakan sekaligus dengan diskon dalam perayaan-perayaan tertentu. Misalnya, Harbolnas ataupun Black Friday Sale.

Agar lebih mudahnya, kamu bisa melihat seperti contoh gambar di atas. Pada gambar tersebut, tulisan angka dibuat lebih ‘mencolok’ agar pelanggan bisa melihatnya lebih jelas. 

Setiap jenis diskon bisa menggunakan limitasi waktu yang berbeda-beda sesuai keinginan mereka. Namun, yang lebih ideal biasanya dilakukan dalam hitungan beberapa menit atau jam saja.

4. Competitive Buyer

booking- people show the product

FOMO akan sangat efektif untuk dilakukan ketika kamu melihat ada banyak orang melihat produk yang sama. Selain menempatkan time limit atau sisa produk, kamu juga bisa melakukan strategi competitive buyer.

Dalam competitive buyer, biasanya akan ada tulisan seperti ini:

“Ada sekitar 100 orang melihat produk yang sama dengan kamu”

Tulisan tersebut seperti memiliki arti jika kamu tidak membeli produk tersebut secepatnya, bisa saja kamu akan kehilangan produk itu selamanya.

Itulah kenapa, penggunaan dari competitive buyer ini dipasangkan bersama dengan jumlah sisa produk aslinya.

Penggunaan strategi marketing ini sudah banyak digunakan dan mungkin tidak sadar jika kamu sudah pernah terkena hal ini.

Baca Juga: Fear, Uncertainty and Doubt (FUD): Ketika Rasa Takut Menjadi Senjata Marketing

5. Limit Free Shipping

harbolnas

90% penyuka belanja menempatkan gratis ongkos kirim ke dalam tempat teratas insentif ketika melakukan belanja online. Itu artinya, mereka akan langsung membeli jika mendapatkan gratis ongkir dari salah satu ecommerce ataupun marketplace.

Hal itu sepertinya merupakan hal yang sangat wajar.

Sebab, saya pernah berjualan melalui sosial media dan mendapatkan beberapa pesanan dari orang-orang yang meminta akun Shopee, Tokopedia ataupun Bukalapak.

Kenapa mereka memilih berbelanja lewat toko online dibandingkan Instagram? Apakah mereka tidak mempercayai bisnis yang saya bangun? Jawabannya bukan itu.

Sebagian besar dari pembeli saya berasal dari tempat yang berbeda pulau, seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Mereka lebih ingin lewat toko online karena selalu ada insentif gratis ongkir yang diberikan.

Akan tetapi, strategi marketing ini harus sedikit kamu ubah cara penggunaannya.

Ya, kamu harus membuat gratis ongkos kirim dalam batasan waktu tertentu sehingga pelanggan akan langsung membeli produk yang kamu jual.

6. Social Proof

social proof

“Hamdan dari Jakarta, baru saja membeli produk ini.” Pernahkah kamu melihat tulisan ini di sebuah website? Jika iya, itu artinya kamu terkena social proof.

Social Proof merupakan sebuah fitur yang biasanya terletak pada bagian kiri sebelah bawah. Hal ini menggambarkan sebuah situasi jika ada produk yang baru saja dibeli oleh pelanggan.

Social Proof menimbulkan situasi yang membuat pelanggan merasa aman. Mereka merasa berada di tempat yang tempat untuk memenuhi kebutuhannya.

Optinmonster mencatat jika penggunaan Social Proof bisa meningkatkan penjualan mencapai 16% hanya lewat dip kecil di pojok kiri bawah.

Social Proof juga bisa dilakukan dengan cara menunjukkan seberapa banyak jumlah pembeli atau pengguna sejauh ini.

Contohnya, kamu bisa lihat dengan cara klik disini.

7. Testimonial Konten

testimonial konten

Strategi marketing selanjutnya yang bisa dilakukan untuk menarik pelanggan adalah testimonial konten. Testimoni adalah ulasan positif yang diberikan oleh pelanggan untuk menggaet pelanggan baru.

Social Fresh mengungkapkan jika penggunaan testimonial konten jauh lebih efektif dibandingkan dengan strategi marketing. Rating yang diberikan bahkan 89%!

Testimonial ini bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti melalui tulisan saja seperti pada gambar di atas. Namun, ada juga yang menggunakan video untuk lebih meyakinkan pembeli lainnya.

Hal ini sudah terbukti dan digunakan oleh marketplace dan ecommerce besar di seluruh dunia.

Jika kamu mempunyai bisnis, kamu patut menggunakan cara ini juga!

8. Early Bird Decisions

Early Bird Decisions

Dari semua taktik yang diterapkan dalam bisnis, ada satu yang pasti memberikan hasil positif. Taktik tersebut adalah free alias GRATIS. Masalahnya adalah, jika produk diberikan secara cuma-cuma, maka kamu tidak akan mendapatkan untung. Benar, kan?

Oleh karena itu, coba ‘balut’ gimik gratis tersebut dengan strategi marketing bernama Early Bird Decisions. Apa maksudnya?

Ini merupakan sebuah trik dimana kamu hanya memberikan sesuatu secara gratis untuk sekian pengunjung pertama.

Misalnya, kamu baru saja membuka toko sepatu. Untuk memeriahkan acara pembukaan tersebut, kamu memberikan secara gratis 100 kaos kaki bagi 100 pembeli pertama.

Dengan demikian, kamu bisa mendapatkan hasil yang signifikan.

Gak ada salahnya untuk ‘bakar-bakar uang’ pada saat pertama kali membuka sebuah bisnis, bukan?

9. Reward Program

reward program

Sebuah bisnis tidak akan bisa bertahan dalam jangka panjang apabila mereka tidak mempunyai pelanggan yang loyal. Lebih lanjut, sebuah penelitian menyimpulkan jika 80% penghasilan bisnis-bisnis besar datang dari pelanggan setia mereka, bukan customer yang baru beli pertama kalinya di tempat tersebut.

Untuk itu, kamu perlu mencari cara untuk mempertahankan pelanggan-pelanggan setia agar tidak beralih ke bisnis rival. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan Reward Program.

Beberapa bisnis besar seperti Starbucks telah menggunakan hal ini sebagai ‘pemantik’ agar para pelanggan lama mau kembali membeli kopi lagi di tempat mereka.

Industri kopi di Indonesia yang sedang melaju pesat, memang membuat mereka harus berinovasi menciptakan strategi marketing yang jitu agar tetap bisa menjadi ‘yang terkuat’ di antara kedai-kedai lainnya.

Contoh Reward Program yang mereka lakukan adalah dengan memberikan potongan harga bagi para pelanggan lama. Caranya, para pelanggan tersebut hanya perlu membawa mug ataupun benda lainnya yang sempat dibeli sebelumnya dari Starbucks.

Bagaimana dengan bisnis kamu, apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang banyak?

10. Decoy Effect

Starbucks Kesalahan Penulisan

Semua pelanggan selalu berpikir ketika mereka akan menentukan pilihan barang. Apa yang dipikirkan oleh pelanggan? Mungkin saja harga, kualitas dan juga kuantitas. Di saat ini, Decoy Effect akan bisa berfungsi secara maksimal.

Singkatnya, Decoy Effect merupakan sebuah strategi siasat dimana penjual akan memberikan opsi ketiga ketika seorang pelanggan sedang menentukan dua pilihan pertamanya.

Sebagai contoh, kita ambil lagi dari kasus di Starbucks.

Tahukah kamu jika sebelumnya Starbucks menggunakan 4 ukuran gelas yaitu Tall, Grande, Venti dan Trenta?

Sekarang, mereka hanya mempunyai 3 gelas dan menghilangkan Trenta yang merupakan ukuran paling besar.

Gelas dengan Grande menjadi primadona atau paling banyak dibeli. Kenapa? Karena pelanggan tidak suka membeli produk dengan harga terlalu murah dan juga mahal. Mereka suka dengan harga tengah yang dianggap sebagai opsi teraman.

Itulah kenapa, banyak bisnis yang menyediakan 3 opsi saja.

Baca Juga: Trik Marketing Ini Buat Harga Jadi Mahal Tapi Produk Kamu Tetap Laku

Jika kamu merasa bisnis yang sedang dijalani belum mendapatkan peningkatan yang signifikan, kamu bisa mencoba salah satu dari sekian banyak strategi marketing di atas. Punya pengalaman lain yang cukup menarik dalam melakukan strategi pemasaran? Share di kolom komentar ya!

Daniel Nugraha