Senin, 29 Oktober 2018, merupakan sebuah hari yang kelam bagi dunia aviasi di Indonesia. Sebab, Pesawat Lion Air JT-610 hilang kontak ketika sedang melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Pangkal Pinang. Setelah ditelusuri lebih lanjut, pesawat berjenis Boeing 737 tersebut ternyata mengalami kecelakaan hingga pada akhirnya jatuh di Perairan Tanjung, Karawang, Jawa Barat.

Di dalam pesawat, terdapat 189 orang termasuk pilot, kopilot dan seluruh penumpang yang akan melakukan perjalanan menuju ke Pulau Sumatera tersebut. Dilansir business insider, Boeing 737 merupakan produk terbaru yang pada Maret 2018 lalu telah terjual sebanyak 10 ribu unit. Ada beberapa pesaing mereka namun Air Bus bisa dibilang yang paling mendekati.

Kembali lagi ke masalah Lion Air, maskapai penerbangan milik Rusdi Kirana ini sudah seringkali mengalami permasalahan, mulai dari penundaan jam terbang, kerusakan mesin pesawat hingga pilot yang tertangkap tangan menggunakan narkoba. Walaupun memiliki banyak sekali problema, Lion Air tetap menjadi primadona. Apa sebabnya? harga murah pasti menjadi jawabannya.

Tren penerbangan harga murah memang sengaja diciptakan oleh Rusdi Kirana, sang pemilik, agar bisa memberikan kesempatan bagi semua orang untuk dapat naik pesawat. Pria kelahiran Cirebon ini ingin mematahkan stigma jika hanya ‘orang kaya’ saja yang bisa menaiki transportasi udara. Lantas, siapa sebenarnya Rusdi? dan kenapa ia membuat tren low cost ticket.

Rusdi Kirana, Calo Tiket dari Cirebon

Rusdi Kirana lahir di Cirebon pada tanggal 17 Agustus 1963. Ia, bersama dengan saudaranya, Kusnan Kirana, memang telah giat dalam menjadi seorang wirausahawan. Pada awal karirnya, mereka berdua sempat menjadi sales sebuah mesin ketik dengan penghasilan mencapai 10 dollar per bulan. Kemudian, keduanya pindah ke Jakarta. Rusdi sendiri memilih untuk kuliah di Universitas Pancasila Fakultas Ekonomi.

Di sela-sela kegiatannya sebagai seorang mahasiswa, ia bekerja sebagai seorang calo tiket. Dari awal, pria berusia 55 tahun tersebut memang bukan berasal dari keluarga yang kaya raya sehingga harus bekerja apabila ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Demi mendapatkan uang, ia bahkan seringkali menginap di Bandara Soekarno Hatta untuk menjualkan tiket pesawat tersebut.

Karena kerap kali terlihat di bandara Soetta, Rusdi Kirana kenal dengan banyak orang di sana, mulai dari bagian pegawai tiket hingga petinggi. Dari sana pula, ia mendapatkan banyak ilmu tentang dunia aviasi yang digelutinya pasca meninggalkan kampungnya menuju ke Jakarta dalam beberapa tahun terakhir.

Serabutan Hingga Biro Perjalanan

Bertahun-tahun menjalani pekerjaan sebagai calo tiket, Rusdi Kirana pun akhirnya lulus kuliah. Selepas mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi, ia pun mulai meninggalkan pekerjaan lama dan membangun sebuah biro perjalanan bersama dengan sang kakak. Sedari awal, ia memang telah menggunakan nama Lion yang diambil dari zodiak keduanya yang merupakan Leo.

Lion Tour pun akhirnya dibuat. Bermodalkan uang seadanya plus rekanan dari beberapa pejabat bandara, ia memulai usahanya. Lion Tour menerima tiket perjalanan domestik, baik dari dalam maupun luar negeri. Pada saat itu, biro perjalanan transportasi udara belum banyak sehingga ia bisa mendapatkan untung besar. Kala itu, ia telah bekerja sama dengan Garuda Airlines, Merpati Airlines dan beberapa maskapai besar lainnya.

Lion Tour berdiri cukup lama selama kurang lebih 13 tahun. Dalam waktu tersebut, Rusdi mengenal banyak sekali pejabat besar. Namun, ada satu orang yang mengubah pandangannya di dalam dunia aviasi, yakni salah satu dirut penerbangan Vietnam. Kala itu, ada seorang wartawan yang bertanya,” mau dibawa kemana maskapai penerbangan nasional di Vietnam?” Dengan lantang sang Dirut mengatakan,” saya akan ubah jadi penerbangan umum.”

Pernyataan itulah yang kemudian mengubah pandangan Rusdi terhadap dunia aviasi. Ia pun mulai memikirkan bagaimana cara memberikan akomodasi bagi para pengguna transportasi udara yang memiliki dana pas-pasan. Tak berselang lama, Lion Air akhirnya lahir.

Lahirnya Lion Air

Pada awal tumbangnya Soeharto, Rusdi Kirana pun akhirnya mulai untuk merealisasikan mimpinya untuk membuat maskapai penerbangan. Kala itu, izin untuk perusahaan aviasi swasta sangat sulit untuk dibuat. Sejak mengurusnya di tahun 1999, pada Juni 2000, Lion Air akhirnya resmi mengudara di langit Indonesia dengan menggunakan pesawat sewaan asal negara Rusia.

Tidak sendiri, Rusdi mendirikan Lion Air bersama dengan sang kakak. Keduanya memang merupakan rekan dan juga duet yang tidak terpisahkan di dalam berbisnis. Mulai dari menjadi sales mesin ketik hingga memiliki maskapai sendiri, keduanya selalu memutuskan secara bersama. Tiga bulan setelah Lion Air mengudara, mereka berdua hampir saja menjual pesawat seharga 1 juta dollar atau 10 miliar rupiah (kurs tahun 2000). Akan tetapi, di akhir negosiasi, keduanya menolak menjualnya.

Dalam sekejap, Lion Air berhasil menjadi salah satu primadona pesawat di tanah air. Bagaimana tidak, mereka memiliki strategi marketing yang cukup bagus, yakni dengan menawarkan harga tiket pesawat yang rendah. Berbeda dengan maskapai lainnya, Lion Air memberikan harga tiket 3-4 kali lebih rendah kepada para penggunanya.

Tarif Bawah Dan Tujuan Mulia

Kenapa Lion Air bisa sangat terkenal? sebab mereka menggunakan tarif rendah. Di tahun 2004, ketika Jakarta – Medan biasa dibandrol mencapai Rp. 1 juta, di tangan Rusdi Kirana bisa disulap hanya dengan Rp. 400 ribu. Murahnya harga tersebut memang menjadi perhatian utama sang pemilik. Dengan slogannya ‘We Make People Fly’, Lion Air memang sangat memberikan tarif rendah untuk masyarakat menengah ke bawah.

Murahnya Lion Air memang pasti akan berpengaruh terhadap layanan. Namun, mereka hanya memangkas biaya makan dan operasional lainnya sehingga tidak mempengaruhi performa pesawat mereka. Toh, Lion Air juga masih menggunakan pesawat Boeing, salah satu jenis yang paling laris manis di dunia aviasi. Akan tetapi, banyaknya pengguna, membuat pesawat berlogo Singa tersebut kewalahan dalam mengelola banyaknya penumpang.

Low Cost Dan Pangsa Pasar yang Meluas

Lion Air mendominasi sektor aviasi. Penggunaan tarif rendah berhasil menarik banyak penumpang untuk menggunakan jasa mereka. Bahkan, banyak maskapai yang mulai mengikuti tarif dari Lion Air yang murah. Banyaknya penumpang yang mulai menggunakan perusahaan jasa transportasi udara tersebut membuat jam penerbangan Lion Air menjadi salah satu yang tersibuk di Indonesia.

Pada awal tahun 2004, Lion Air baru memiliki sekitar 24 pesawat namun telah melayani sekitar 130 penerbangan setiap harinya. Hingga akhir tahun 2016, mereka telah melayani sekitar 640 penerbangan setiap harinya atau meningkat mencapai 6 kali lipat hanya dalam waktu 12 tahun. Sayangnya, mereka terlihat tidak sigap untuk mengelola jumlah penerbangan tersebut.

Bagaimana tidak, Lion Air telah belasan kali mendapat keluhan dari penumpang lantaran delay atau penundaan hingga berjam-jam lamanya. Salah satunya contohnya terjadi pada tahun 2015 silam. Kala itu, Lion Air terjadi penundaan di 16 penerbangan secara bersamaan.

Menurut sebuah sumber yang dikutip dari Tirto.id, Lion Air akan menunda penerbangan pesawat apabila hanya terisi sekitar 50 penumpang. Maskapai tersebut melakukan kebijakan itu agar tidak mengalami kerugian terlebih lagi mereka memang menerapkan tarif yang cukup rendah.

Kini, Lion Air kembali terlibat masalah. Rusdi Kirana kembali menjadi sorotan. Pria terkaya ke-55 versi majalah Forbes tersebut harus mencari solusi bagaimana cara membuat nama Lion Air kembali bersih dari predikat buruk yang menerpa.

 

Daniel Nugraha