Konsep konsinyasi telah menjadi strategi yang semakin populer di kalangan perusahaan yang ingin mengoptimalkan distribusi dan meningkatkan likuiditas keuangan. Konsinyasi bukanlah sekadar metode transaksi, melainkan sebuah pendekatan strategis yang memberikan fleksibilitas unik kepada kedua belah pihak, yaitu konsinyor dan konsinyee. 

Penasaran tentang peluang bisnis ini? Buat kamu yang ingin mencari tau informasi ini, berikut ini informasi seputar apa itu konsinyasi, cara kerja dan contohnya dalam bisnis. 

Baca Juga: Konsinyasi vs. Dropship: Penting Diketahui Bagi Pelaku Bisnis

Apa Itu Konsinyasi?

Konsinyasi adalah kerjasama penjualan dimana satu pihak akan menitipkan barangnya untuk dijualkan oleh pihak yang lain. Penjualan jenis ini di Indonesia paling sering diminati, terutama UMKM, dan pengusaha di bidang ritel. 

Dalam konsinyasi ini, pihak penitip barang (consignor/konsinyor) akan memproduksi barang dan menjualnya melalui tempat promosi atau channel yang dimiliki penerima barang atau penyalur (consignee/konsinyee). Lalu bagaimana dengan pembagian profit? Biasanya pembagian profit itu dilakukan berdasarkan dua hal, yaitu pembagian keuntungan atau pihak penyalur menentukan sendiri harga jual barang paling sesuai.

Cara Kerja atau Skema Pelaksanaan Konsinyasi 

Lalu bagaimana skema pelaksanaannya atau cara kerjanya? Sebelum menyerahkan barang konsinyasi, biasanya pihak yang menyerahkan (consignor) akan melakukan penelitian untuk menemukan lokasi strategis guna bekerja sama dalam sistem konsinyasi. Berbagai pertimbangan dapat muncul, mulai dari kedekatan dengan konsumen hingga peluang promosi yang lebih besar.

Setelah itu, consignor akan menghubungi penerima konsinyasi (consignee) dan mengajukan kerjasama dengan menetapkan berbagai perjanjian. Setelah perjanjian dicapai, langkah berikutnya dalam pelaksanaan konsinyasi adalah consignor mengirimkan barang konsinyasi kepada consignee untuk dijual kepada konsumen.

Kelebihan atau Manfaat Konsinyasi

Dalam bisnis konsinyasi, masing-masing pihak akan mendapatkan kelebihan atau keuntungan yang berbeda-beda, antara lain:

Bagi pemilik produk (consignor)

1. Perluas pasar tanpa modal ekstra

Bagi consignor atau pemilik produk, bisnis konsinyasi membuatnya untung dalam segi modal. Sebab, mereka tidak perlu mengeluarkan budget untuk pemasaran karena mereka bisa mengerahkan kekuatan dari para consignee yang biasanya memasarkan melalui sosial media.

2. Nol biaya pekerja

Consignor tidak perlu menyewa pekerja karena tugas menjual produk ditangani oleh pihak kedua (penjual) yang telah menyetujui perjanjian konsinyasi. Hal ini dapat menghemat biaya operasional dan membantu pemilik produk untuk fokus pada aspek lain dari bisnis mereka.

3. Tidak perlu toko fisik

Terakhir, consignor tidak perlu memiliki toko fisik sendiri karena pihak kedua dapat menjual produk secara online atau melalui toko fisik mereka sendiri. Hal ini menungkinkan pemilik produk untukmenjangkau pasar yang lebih luas tanpa biaya sewa atau pembelian ruang toko.

Bagi Penjual produk (Consignee)

1. Hanya modal tenaga

Consignee hanya perlu modal tenaga untuk menjual produk. mereka dapat memanfaatkan waktu dan usaha mereka untuk memasarkan produk dan mendapatkan keuntungan dari penjualan tanpa harus menyediakan modal finansial yang besar.

2. Minim kerugian

Consignee tidak perlu takut rugi karena mereka hanya membayar pemilik produk ketika produk sudah terjual. Jika produk tidak terjual, maka penjual tidak perlu membayar apa-apa dan produk tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya.

3. Kerja sama dengan berbagai pihak

Terakhir, consignee bebas untuk bekerja sama dengan dengan pihak manapun. Semakin banyak produk yang kamu jual, semakin besar pula kesempatan kamu untuk mendapatkan keuntungan komisi yang lebih besar ke depannya.

Baca Juga: Keuntungan Konsinyasi Bagi Pelaku UMKM

Kekurangan Konsinyasi

Berbisnis tidak akan selamanya meraih profit namun kamu juga harus menyadari jika ada kekurangan atau kerugian-kerugian yang akan dirasakan. Dalam konteks konsinyasi, beberapa kerugian yang diterima kedua pihak adalah:

Bagi consignor

1. Peluang rugi lebih tinggi

Consignor tidak diberikan ruang besar untuk berinovasi dalam melakukan strategi pemasaran. Pasalnya, mereka menyerahkan seluruh promosi ke pihak consignee. Apabila produk tidak laku, consignor harus berat hati menerima produk sisanya kembali ke gudang.

2. Uang lama diterima

Consignor mendapatkan untung dari penjualan produk yang dititipkan pada consignee. Namun, mereka tidak dapat langsung menikmati uangnya karena pembayaran hanya diberikan pada akhir periode kerja sama.

3. Probabilitas dirugikan oleh consignee

Dalam beberapa kasus, consignee juga bisa menjadi biang keladi kerugian bagi pihak consignor. Sebab, Sebab, mereka tidak menepati janji dengan menjual harga yang telah ditentukan. 

Bagi consignee

1. Tidak menjual, tidak untung

Meski menjadi consignee tidak membutuhkan modal uang, tetapi memiliki kesepakatan berkaitan dengan target penjualan yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, apabila seorang consignee tidak menjual produk, mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa.

2. Keuntungan tidak sebanyak consignor

Semakin banyak produk yang dijual, semakin banyak profit yang akan didapatkan. Namun, di sisi lain, pihak pemilik produk juga akan mendapatkan untung besar padahal consignee yang telah bekerja keras mencari pelanggan. 

3. Harus siap kehilangan consignor

Maksudnya, seorang consignee bisa kehilangan consignor kapanpun mereka mau. Mereka memiliki wewenang untuk mengatur consignee yang cocok untuk mereka. Jika dirasa tidak cocok, produk akan mereka tarik dan mereka akan mencari consignee baru.

Contoh Konsinyasi yang Sering Ditemui

Contoh konsinyasi antara toko besar dan UMKM

Contoh paling umum pertama dalam konsinyasi melibatkan penjualan antara toko besar dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebagai ilustrasi, apabila kamu merupakan produsen snack dengan skala perusahaan yang masih terbatas, kamu dapat mengusulkan kerja sama kepada supermarket besar untuk menjual produk-produk kamu di sana, dengan harapan dapat meningkatkan branding dan penjualan.

Contoh konsinyasi antara produsen besar dan toko ritel kecil

Dalam contoh konsinyasi antara produsen besar dan toko ritel kecil, seperti warung di lingkungan kampung, prosesnya biasanya berlangsung sebagai berikut:

1. Pendekatan awal

Seorang perwakilan dari perusahaan ritel besar (misalnya perusahaan A) mendekati pemilik warung kecil. Mereka menawarkan kesempatan untuk menjual produk-produk mereka seperti mi instan, sabun, kopi kemasan, snack, dan barang eceran lainnya.

2. Diskusi dan perjanjian

Perwakilan perusahaan A dan pemilik warung membahas syarat dan ketentuan perjanjian konsinyasi. Hal-hal yang dibicarakan termasuk jenis produk yang akan dikonsinyasikan, jumlah stok awal, harga jual produk, persentase keuntungan untuk pemilik warung, dan durasi perjanjian.

3. Pengiriman barang konsinyasi

Setelah perjanjian disetujui, perusahaan A mengirimkan barang-barang ke warung. Barang-barang ini tetap menjadi milik perusahaan A hingga terjual.

4. Penjualan dan laporan

Pemilik warung menjual barang-barang tersebut kepada pelanggan. Pemilik warung kemudian membuat laporan penjualan secara berkala (misalnya mingguan atau bulanan) kepada perusahaan A, mencakup informasi tentang barang yang terjual dan stok yang tersisa.

5. Pembayaran dan restok

Untuk barang yang terjual, pemilik warung membayar perusahaan A sesuai dengan kesepakatan (biasanya setelah dikurangi dengan persentase keuntungan warung). Barang yang tidak terjual bisa dinegosiasikan kembali, baik dikembalikan ke perusahaan A atau disimpan lebih lama di warung. Perusahaan A juga bisa mengirimkan barang tambahan untuk restok.

6. Evaluasi dan penyesuaian

Secara periodik, kedua pihak mengevaluasi kinerja konsinyasi. Mereka bisa melakukan penyesuaian terhadap jenis produk, jumlah stok, atau syarat lain dalam perjanjian untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan.

Contoh ini menunjukkan bagaimana konsinyasi dapat menguntungkan kedua belah pihak: perusahaan A mendapatkan saluran distribusi tambahan tanpa harus membuka toko sendiri, sementara pemilik warung mendapat akses ke produk-produk yang mungkin sulit didapat atau terlalu mahal untuk dibeli secara langsung.

Jika kamu sudah yakni ingin menggunakan metode penjualan ini, apakah kamu sudah menyiapkan segalanya, termasuk software pengelolaan stok? Jika belum, kamu bisa menggunakan Paper.id. Kenapa? karena bukan hanya bisa mengatur stok secara otomatis tetapi juga membuat Laporan Keuangan hingga membuat Invoice secara digital. Klik disini untuk daftar gratis sekarang juga.

Alfian Dimas