Punya bisnis atau kerja sama dengan perusahaan lain? Jangan sampai bingung soal PPh 23. Pajak yang satu ini sering muncul dalam transaksi sehari-hari, apalagi jika kamu terima jasa atau penghasilan pasif.
Di Indonesia, ada banyak jenis PPh. Mulai dari PPh 21 (untuk pegawai), PPh 22 (biasanya untuk barang mewah), PPh 23 (untuk jasa dan penghasilan tertentu), hingga PPh 25, PPh Final, dan lainnya.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai PPh 23, mulai dari pengertian, tarif, cara hitung, sampai cara lapor pajaknya biar tidak kena denda!
Apa Itu PPh 23?
PPh 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan imbalan jasa lainnya yang dibayarkan oleh badan usaha kepada pihak lain.
Yang kena potong pajak ini adalah penerima penghasilan. Sedangkan yang memotong biasanya badan usaha yang memberikan penghasilan.
Objek PPh 23 contohnya jasa konsultan, akuntansi, dan teknik, sewa bangunan dan tanah, hingga dividen dan bunganya.
Perbedaan antara PPh 21, 22, dan 23 terletak pada jenis penghasilan dan pihak yang dikenai pajak. PPh 21 untuk gaji dan penghasilan individu, PPh 22 untuk transaksi barang tertentu, dan PPh 23 untuk penghasilan non-gaji seperti jasa dan sewa.
Baca Juga: Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan: Pengertian dan Contoh Perhitungan
Dasar Hukum PPh 23
Dasar hukum utama yang mengatur PPh 23 tercantum dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 yang menjelaskan secara rinci jenis-jenis jasa yang dikenai PPh Pasal 23.
Karena peraturan perpajakan dapat mengalami perubahan seiring waktu, penting untuk selalu memantau pembaruan terbaru melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau menggunakan platform e-Bupot.
Dengan begitu, kamu bisa memastikan tarif yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan terbaru dan terhindar dari kesalahan pelaporan.
Tarif PPh 23 Terbaru
Tarif PPh 23 bisa berbeda-beda tergantung jenis penghasilannya. Berikut perbedaannya:
Jenis Penghasilan | Tarif Normal | Tanpa NPWP (Tarif 100% lebih tinggi) |
Dividen, bunga, royalti | 15% | 30% |
Sewa aset selain tanah/bangunan | 2% | 4% |
Jasa lainnya | 2% | 4% |
Perlu diketahui juga, jika penerimaan penghasilan tidak punya NPWP, maka tarif dikenakan 100% lebih tinggi. Jadi, dari 2% bisa jadi 4%.
Contoh Perhitungan PPh 23
Berikut beberapa contoh perhitungan untuk beberapa objek:
Contoh 1: Jasa profesional
Misalnya, jasa konsultan dibayar Rp50.000.000:
- Tarif: 2%
- PPh 23: 2% x Rp50.000.000 = Rp1.000.000
Contoh 2: Sewa bangunan
Sewa gedung sebesar Rp100.000.000:
- Tarif: 10% (PPh 4 ayat 2, bukan PPh 23)
- Jadi ingat: sewa bangunan bukan objek PPh 23, tapi PPh Final.
Contoh 3: Dividen
Dividen kepada perusahaan lokal sebesar Rp25.000.000:
- Tarif: 15%
- PPh 23: 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000
Mekanisme Pemotongan PPh 23
Mekanisme pemotongan PPh 23 dimulai dari siapa yang bertanggung jawab melakukan pemotongan, yaitu pihak pemberi penghasilan, pada umumnya perusahaan atau badan usaha.
Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran dilakukan atau ketika jatuh tempo pembayaran, tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Setelah melakukan pemotongan, perusahaan wajib membuat bukti potong sebagai tanda bahwa pajak telah dipungut.
Bukti potong tersebut kemudian diserahkan kepada pihak penerima penghasilan dan menjadi dokumen penting untuk keperluan pelaporan pajak, baik bagi pemberi maupun penerima penghasilan.
Baca Juga: Bagaimana Cara Menghitung Tarif PPh 21 yang Tidak Memiliki NPWP?
Cara Lapor dan Bayar PPh 23
Pelaporan dan pembayaran PPh 23 memiliki batas waktu yang perlu diperhatikan agar tidak terkena sanksi.
Pembayaran PPh 23 paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi, sedangkan pelaporannya paling lambat tanggal 20 di bulan yang sama.
Untuk memudahkan proses pelaporan, wajib pajak dapat menggunakan e-Bupot dari DJP atau aplikasi penyedia jasa aplikasi perpajakan (ASP) resmi.
Langkah-langkahnya cukup sederhana:
- Login ke aplikasi
- Input data lawan transaksi
- Pilih jenis pajak & objek
- Terbitkan bukti potong
- Kirim SPT dan upload CSV
Jika pelaporan dilakukan terlambat, akan dikenakan denda sebesar Rp100.000. Sementara itu, keterlambatan dalam pembayaran dapat menimbulkan sanksi bunga serta denda administrasi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Agar proses pencatatan dan pelaporan pajak seperti PPh 23 lebih mudah dan efisien, kamu bisa memanfaatkan fitur laporan keuangan dari Paper.id.
Kamu bisa membuat laporan keuangan secara otomatis dan rapi, sehingga proses pelaporan Pajak Penghasilan pun jadi lebih praktis. Selain itu, semua data transaksi bisnis kamu tercatat secara real-time dan bisa langsung digunakan untuk keperluan perpajakan. Jadi praktis, bukan?
Pengecualian PPh 23 dan PPh Final
Tidak semua jenis penghasilan dikenakan PPh Pasal 23. Ada beberapa kondisi atau jenis transaksi yang dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan ini, salah satunya karena penghasilan tersebut sudah dikenai pajak dengan skema berbeda, misalnya PPh Final.
Contohnya adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan, yang tidak dikenakan PPh 23 karena sudah termasuk dalam objek PPh Final Pasal 4 ayat (2).
Selain itu, penghasilan yang diterima oleh pihak yang tidak termasuk sebagai subjek pajak dalam negeri atau BUT (Bentuk Usaha Tetap), juga tidak dikenai PPh 23, melainkan masuk ke skema PPh Pasal 26 (untuk subjek pajak luar negeri).
Selain itu, jasa yang dilakukan oleh pelaku UMKM yang dikenai PP 55 Tahun 2022 dan memilih skema pajak final UMKM juga bisa menjadi pengecualian, tergantung dari status dan jenis transaksinya.
Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami klasifikasi penghasilan yang diterima atau dibayarkan agar tidak salah dalam melakukan pemotongan pajak.
Baca Juga: 6 Langkah Mudah Membuat Laporan Pajak Tahunan Bagi Bisnis
Demikian penjelasan secara lengkap mengenai PPh 23. Pajak penghasilan ini menjadi salah satu jenis pajak yang paling sering muncul dalam transaksi bisnis di Indonesia, khususnya ketika ada pembayaran penghasilan non-gaji seperti jasa, sewa aset, bunga, atau dividen.
Sebagai pebisnis, daripada ribet bolak-balik hitung PPh 23 secara manual di setiap tagihan, kamu bisa langsung gunakan Paper.id.
Kamu akan secara otomatis menghitung pajak pada setiap invoice yang kamu buat. Semua tagihan sudah terintegrasi dengan sistem pajak, sehingga kamu tidak perlu repot lagi input angka satu-satu.
Yuk, gunakan Paper.id sekarang untuk perhitungan pajak yang lebih mudah, akurat, dan efisien!
- Supply Chain Restaurant: Kunci Operasional Restoran yang Tangguh dan Efisien - Juli 25, 2025
- Itu Apa Trading Forex? Pahami Dasarnya di Sini! - Juli 25, 2025
- Pentingnya Service Excellence bagi Pebisnis di Era Digital - Juli 25, 2025