Mengelola bisnis sendiri berarti kamu juga harus memahami kewajiban pajak yang menyertai. Pajak usaha perorangan adalah salah satu aspek penting yang wajib dipahami setiap pelaku usaha agar tidak salah langkah dalam pelaporan maupun perhitungannya.
Melalui Peraturan Pemerintah No 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, dinyatakan bahwa setiap pelaku usaha, termasuk usaha perorangan, memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung, dan melaporkan pajaknya secara benar.
Untuk itu, artikel ini akan membahas secara lengkap tentang pajak usaha perorangan, mulai dari pengertian, perhitungan, hingga cara melaporkan dengan mudah!
Apa Itu Pajak Usaha Perorangan?
Pajak usaha perorangan adalah kewajiban pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik Perseroan Terbatas (PT) Perorangan kepada pemerintah. Sebagai bentuk badan hukum, pemilik PT Perorangan tentu memiliki kewajiban untuk membayar pajak.
Namun, karena PT Perorangan memiliki karakteristik yang berbeda dengan PT pada umumnya, pemerintah menetapkan aturan khusus terkait jenis dan besaran pajak yang harus dipenuhi oleh pemilik badan usaha ini.
Berikut penjelasan lengkap mengenai pajak PT Perorangan:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PT Perorangan wajib membayar pajak penghasilan (PPh) yang memiliki aturan berbeda dengan PPh individu maupun PT biasa. Ada dua skema PPh yang dapat dipilih berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018 atau Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.
- PP No. 23 Tahun 2018
Jika menggunakan ketentuan ini, tarif pajak yang dikenakan adalah 0,5% dari peredaran bruto (omzet), khusus untuk badan usaha dengan omzet tahunan di bawah Rp4,8 miliar. Namun, fasilitas ini hanya berlaku selama 3 tahun sejak pendaftaran. Setelah itu, perusahaan wajib beralih ke ketentuan PPh Pasal 17.
- Pasal 17 UU PPh
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf b UU No. 7 Tahun 2021, tarif PPh untuk wajib pajak badan adalah 22% dari penghasilan kena pajak (laba setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak/ PTKP). Walaupun tarifnya lebih tinggi, dasar perhitungannya bukan omzet melainkan laba bersih, sehingga beban pajak bisa lebih ringan.
Selain itu, sesuai Pasal 31E UU PPh, jika setelah 3 tahun omzet perusahaan masih di bawah Rp4,8 miliar per tahun, maka tarif PPh dapat dikurangi hingga 50%.
Baca Juga: Brevet Pajak: Definisi, Jenis Tingkat, dan Manfaatnya
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PT Perorangan dengan omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memungut PPN sebesar 10% dari transaksi penjualan. Biasanya PPN dibebankan kepada pelanggan, sedangkan perusahaan hanya menerbitkan faktur pajak.
Namun, jika perusahaan terlambat mendaftarkan diri sebagai PKP, maka perusahaan harus menanggung PPN atas penjualan selama masa keterlambatan.
Sebagai contoh, Jika PT Perorangan terdaftar pada 1 Januari 2023 dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar, lalu baru melapor sebagai PKP pada 1 Februari 2024 setelah omzet naik menjadi Rp5 miliar pada Januari 2024, maka perusahaan tetap wajib membayar PPN penuh untuk transaksi bulan Januari tersebut.
Perhitungan Pajak Usaha Perorangan
Berikut perhitungan pajak usaha perorangan:
1. PP No. 23 Tahun 2018
Perhitungan PPh terutang berdasarkan pasal ini cukup sederhana. Kamu hanya perlu mengalikan tarif 0,5% dengan total pendapatan (omzet) tahunan perusahaan.
Contoh: Jika omzet perusahaan dalam satu tahun adalah Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah), maka jumlah PPh yang harus dibayarkan adalah:
PPh Final = 0,5% x 3.000.000.000 = Rp15.000.000.
2. Pasal 17 UU PPh
Untuk menghitung PPh terutang berdasarkan pasal ini, langkah pertama adalah mengetahui Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP adalah total pendapatan perusahaan dikurangi dengan biaya-biaya usaha yang diakui secara resmi sebagai pengurang pajak (deductible expense) sesuai peraturan.
Jika omzet perusahaan berada di antara Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar per tahun, kamu berhak mendapatkan pengurangan tarif PPh sebesar 50% sesuai ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, jika omzet melebihi Rp50 miliar per tahun, fasilitas pengurangan tarif ini tidak berlaku.
Berikut adalah rumus perhitungan PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17:
- Omzet ≤ Rp4,8 miliar = 50% x 22% x PKP
- Omzet > Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar = [(50% x 22%) x PKP yang mendapat pengurangan] + [22% x PKP yang tidak mendapat pengurangan]
- Omzet > Rp50 miliar = 22% x PKP
Contoh Kasus: PT Saya Suka Sehat
PT ini memiliki tiga tahap perkembangan usaha:
- Tahun 2021: Baru mendaftar sebagai PT Perorangan, omzet sebesar Rp4.000.000.000.
- Tahun 2024: Omzet naik menjadi Rp8.000.000.000, dengan PKP sebesar Rp900.000.000.
- Tahun 2031: Omzet meningkat drastis menjadi Rp50.000.000.000, dengan PKP sebesar Rp7.500.000.000.
Berikut perhitungan PPh terutang setiap tahunnya:
- 2021: PPh terutang = 0,5% x 4.000.000.000 = Rp20.000.000
- 2024: PPh terutang = [(50% x 22%) x PKP dengan fasilitas] + [22% x PKP tanpa fasilitas]
Komponan | Nilai (Rp) |
Omzet (A) | 8.000.000.000 |
Omzet dengan fasilitas (B) | 4.800.000.000 |
PKP (C) | 900.000.000 |
PKP dengan fasilitas (D) = (B/A) x C | 540.000.000 |
PKP tanpa fasilitas (E) = C – D | 360.000.000 |
PPh dengan fasilitas (F) = 50% x 22% x D | 59.400.000 |
PPh tanpa fasilitas (G) = 22% x E | 79.200.000 |
Total PPh Terutang = F + G | 138.600.000 |
- 2031: PPh terutang = 22% x 7.500.000.000 = Rp1.650.000.000
Baca Juga: Jenis Pajak Bisnis, Pahami Bedanya agar Tidak Rugi!
Cara Lapor Pajak Usaha Perorangan
Melaporkan pajak usaha perorangan kini semakin mudah karena bisa dilakukan secara online melalui DJP Online. kamu hanya perlu mengisi e-form SPT tahunan dan melakukan pembayaran pajak sesuai ketentuan.
Sebelum mulai mengisi formulir, pastikan kamu sudah menyiapkan berbagai dokumen pendukung, seperti laporan keuangan perusahaan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Semua dokumen ini nantinya akan diunggah bersamaan dengan pengisian e-form.
Pelaporan SPT dan pembayaran pajak sebaiknya dilakukan paling lambat akhir bulan ke-4 setelah tahun buku berakhir. Sebagai contoh, jika tahun buku perusahaan kamu berakhir pada bulan Desember, maka tenggat waktu pelaporan adalah akhir bulan April tahun berikutnya.
Perlu diingat, keterlambatan pelaporan atau pembayaran pajak dapat berakibat pada sanksi berupa surat peringatan hingga denda.
Baca Juga: Akuntansi Pajak: Definisi, Fungsi & Contoh Perhitungannya
Demikian penjelasan mengenai pajak usaha perorangan secara lengkap. Selain memang menjadi kewajiban, mengelola pajak ini penting dilakukan untuk menjaga legalitas dan kesehatan bisnis.
Dengan memahami aturan, menghitung pajak dengan tepat, dan melaporkannya tepat waktu, kamu bisa fokus mengembangkan usaha tanpa khawatir terkena sanksi.
Agar bisnis makin teratur, yuk, catat keuangan bisnis secara otomatis dan gratis pakai software akuntansi gratis dari Paper.id. Kamu bisa catat transaksi, pantau arus kas, dan susun laporan keuangan secara otomatis dalam satu platform tanpa harus repot input manual.
Hemat waktu, lebih akurat, dan pastinya GRATIS untuk digunakan!
Daftar sekarang di Paper.id dan mulai kelola keuangan bisnis kamu dengan lebih profesional!
- Ini Dia Pajak Usaha Rumah Makan dan Cara Perhitungannya - September 15, 2025
- Pajak Usaha Perorangan: Pengertian, Perhitungan, dan Cara Lapor - September 15, 2025
- 5 Rekomendasi Aplikasi Timesheet Online Terpopuler - September 12, 2025