Membangun bisnis dari nol atau meneruskan warisan keluarga, mana yang lebih sulit?
Pertanyaan itu jadi pembuka hangat dalam sesi panel Pewaris vs Perintis (The Battle of Vision) di Paper UNFOLD 2025 yang diselenggarakan pada Rabu, 15 Oktober 2025 kemarin.
Di atas panggung, dua sosok dengan latar kontras hadir berbagi cerita, yakni Edward Tirtanata, Co-Founder & CEO Kopi Kenangan, dan Andrew Susanto, owner dari Pusat Gadai Indonesia.
Mereka datang dari dua dunia yang berbeda, satu adalah perintis yang membangun bisnis dari nol, satu lagi adalah pewaris yang menakhodai perusahaan besar dengan lebih dari seribu cabang di seluruh Indonesia.
Namun, keduanya punya benang merah yang sama: adaptasi, ketekunan, dan visi untuk terus berkembang.
Menjadi Pewaris atau Perintis, Mana yang Lebih Sulit?

Oza Rangkuti sebagai moderator membuka percakapan dengan candaan ringan soal “berapa besar omzet Pusat Gadai Indonesia” kepada Andrew Susanto, yang langsung disambut tawa penonton.
Namun, begitu masuk ke inti diskusi, Edward Tirtanata dengan jujur mengakui, menjadi pewaris justru tidak semudah yang orang bayangkan.
“Kalau jadi pewaris, kita masuk ke perusahaan yang sudah puluhan tahun berjalan, sudah punya ‘raja-raja kecil’ di dalamnya. Kita datang sebagai generasi baru, masih muda, dan harus membuktikan diri di tengah sistem yang sudah mapan, itu jauh lebih sulit daripada membangun dari nol,” ujar Edward.
Edward kemudian menimpali dengan perspektif berbeda dari sisi perintis. Sebagai pendiri Kopi Kenangan, ia justru bersyukur bisa membangun budaya kerja dari awal.
“Kalau di startup, kita bisa ciptakan kultur sendiri, ganti tim kalau nggak cocok, dan menyesuaikan ritme sesuai fase bisnis, dari 1 ke 10, dari 10 ke 100. Tapi jadi pewaris, semua sudah terbentuk, dan kita harus bisa adaptasi dengan hal yang sudah ada,” kata Edward.
Menurut Edward, kuncinya ada di adaptasi. Dunia berubah cepat, dan satu-satunya hal yang konstan adalah perubahan itu sendiri.
Kopi Kenangan: Dari Teh ke Ribuan Toko Kopi

Saat ditanya soal perjalanan awalnya, Edward tersenyum mengenang masa-masa jatuh bangun. Sebelum mendirikan Kopi Kenangan, ia sempat terjun di bisnis komoditas, lalu membangun brand teh Lewis & Carroll.
“Waktu itu saya lihat banyak café, tapi nggak ada yang fokus jual teh. Akhirnya saya bikin sendiri. Tapi ternyata, market-nya kecil. Sementara kopi justru booming,” kenangnya.
Dari pengamatan sederhana itu, lahirlah ide Kopi Kenangan. Edward melihat peluang di kopi berkualitas dengan harga terjangkau, konsep grab-and-go, dan operasional yang efisien. Alhasil, dalam dua tahun, Kopi Kenangan berkembang menjadi 50 gerai. Kini, mereka sudah punya lebih dari 1.200 outlet di enam negara.
“Semuanya dimulai dari ide sederhana. Tapi yang bikin bertahan itu bukan cuma ide, tapi kemampuan adaptasi dan eksekusi. Bisnis itu bisa dikopi, tapi yang nggak bisa dikopi adalah execution and team,” tegas Edward.
Skalabilitas dan Tantangan Mengelola Ribuan Cabang

Andrew mengangguk setuju. Di Pusat Gadai Indonesia, tantangannya justru bukan soal modal atau peluang, tapi manajemen skala besar.
“Tahun ini saja kami buka 400 outlet baru. Tapi saya nggak bisa asal buka seribu sekaligus, bukan karena uangnya nggak ada, tapi karena management skill saya belum cukup. Untuk buka seribu outlet, budaya, kepala cabang, dan sistemnya semua harus kuat dulu,” ujarnya.
Edward pun menambahkan bahwa di Kopi Kenangan, ekspansi dilakukan dengan prinsip yang sama, yaitu growth yang terukur.
“Speed itu penting, tapi ada risikonya. Kalau terlalu cepat, bisa kehilangan kontrol. Jadi kita buka sesuai kapasitas tim. Setelah 1000 outlet, fokusnya bukan lagi cari lokasi baru, tapi mengoptimalkan manajemen dan ekspansi ke negara lain,” jelasnya.
Teknologi dan AI: Antara Harapan dan Realita
Topik beralih ke teknologi. Bagaimana dua bisnis besar ini beradaptasi di era AI?
Edward mengaku, Kopi Kenangan sudah mencoba mengimplementasikan AI di beberapa area, seperti cash record dan customer service. Tapi hasilnya masih belum optimal.
“Kita pernah coba AI buat monitor cash record. Awalnya oke, tapi ternyata error-nya banyak. Untuk sekarang, anak magang malah lebih efisien,” katanya sambil tertawa.
Meski begitu, Edward mengakui AI tetap punya potensi besar, terutama di bidang desain dan konten.
“Kita pakai Midjourney untuk desain visual dan ChatGPT buat ide campaign. Tapi kalau sampai menggantikan manusia secara penuh, masih jauh,” tambahnya.
Andrew punya pendekatan berbeda. Di Pusat Gadai Indonesia, AI justru jadi senjata utama untuk menentukan lokasi cabang baru.
“Kami sudah pakai AI untuk mapping seluruh Indonesia. AI kami bisa memprediksi revenue outlet baru sampai bulan ke-13 dengan akurasi 96%. Jadi sekarang, keputusan buka cabang sudah otomatis dari sistem,” jelasnya.
Selain itu, mereka juga menggunakan chatbot berbasis AI untuk layanan pelanggan, tapi tetap dengan campur tangan manusia.
“Saya nggak suka chatbot 100%. Orang masih lebih nyaman kalau dijawab manusia. Jadi kami pakai hybrid: bot untuk filter, lalu disambung ke staf,” katanya.
Tentang Kejujuran, Karyawan, dan Cara Mencegah “Kecolongan”
Salah satu pertanyaan dari audiens yang menarik datang dari peserta bernama Selvi: bagaimana cara mencegah pencurian di cabang atau outlet?
Edward menjelaskan bahwa sistem kontrol internal jadi hal utama di Kopi Kenangan. Mulai dari POS system, CCTV di belakang kasir, hingga aturan store-in kas setiap 12 jam.
“Yang paling penting itu cash control. Semua transaksi harus masuk ke sistem. Kalau ada minuman tanpa stiker nama dari sistem, itu tanda ada yang ‘hilang’,” jelasnya.
Andrew menambahkan dari sisi rekrutmen. Ia percaya karakter bisa terlihat dari hal-hal sederhana.
“Sebelum rekrut, saya selalu cek GetContact dan media sosial calon karyawan. Kalau nomornya baru dan banyak kontak dihapus, itu udah tanda tanya,” katanya.
“Intinya, jangan jadikan ketakutan itu alasan untuk nggak mulai bisnis. Jalan aja dulu, nanti sambil belajar.”
Pesan untuk Pewaris dan Perintis
Menjelang akhir sesi, Oza menanyakan satu hal sederhana: apa nilai utama yang harus dijaga, baik oleh pewaris maupun perintis?
Andrew menjawab dengan reflektif:
“Kalau kamu pewaris, uang bukan lagi tujuan utama. Fokuslah bikin nilai baru buat dunia. Jangan halalkan segala cara untuk kaya. Duitmu sudah cukup — sekarang waktunya kamu bikin impact.”
Sementara itu, Edward melanjutkan:
“Yang penting itu micro improvement. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, meskipun cuma 0,1%. Kalau setiap hari kita berkembang, sekecil apa pun, kita sudah menang.”
Dengan begitu, keduanya sepakat, baik pewaris maupun perintis, kunci utamanya tetap sama yakni kerja keras, adaptasi, dan kemauan belajar.
Visi yang Sama, Jalan yang Berbeda
Sesi Pewaris x Perintis membuktikan satu hal penting bahwa kesuksesan bisnis tidak ditentukan oleh dari mana kamu mulai, tapi bagaimana kamu beradaptasi dan terus belajar.
Andrew menutup dengan kalimat yang disambut tepuk tangan panjang, “Mau pewaris atau perintis, sama-sama gampang. Asal mau kerja.”
Sementara Edward menambahkan dengan senyum khasnya, “Yang susah itu kalau kamu berhenti belajar.”
Dari sesi panel Pewaris vs Perintis (The Battle of Vision), satu hal jadi jelas bahwa kesuksesan tidak ditentukan oleh dari mana kamu memulai, melainkan bagaimana kamu beradaptasi dan terus belajar.
Baik Andrew Susanto maupun Edward Tirtanata sama-sama menegaskan bahwa dunia bisnis hari ini bukan lagi tentang siapa yang lebih dulu, tapi siapa yang mampu beradaptasi lebih cepat terhadap perubahan.
Teknologi, data, hingga kecerdasan buatan hanya akan jadi alat jika tidak diimbangi dengan visi, ketekunan, dan integritas. Di tengah kompleksitas membangun atau mewarisi bisnis, yang dibutuhkan bukan sekadar kecepatan, tapi ketepatan dalam mengelola sistem dan tim agar bisnis bisa terus tumbuh.
Paper bisa menjadi mitra baik bagi kamu pewaris maupun perintis untuk mengelola bisnis dengan lebih efisien dan transparan.
Melalui sistem invoicing, pembayaran digital, pencatatan otomatis, hingga rekonsiliasi real-time, Paper membantu pelaku usaha dari berbagai skala menjaga arus kas tetap sehat dan operasional lebih terkontrol.
Yuk, gunakan Paper sekarang juga!
- Pewaris vs Perintis (The Battle of Vision), Mana yang Lebih Sulit? - Oktober 30, 2025
- Paper UNFOLD 2025: Menyatukan Teknologi dan Bisnis dalam Gerakan Digital Indonesia - Oktober 30, 2025
- Cashback Hingga 1 Juta Sepanjang Oktober! Pakai Kode Promo Paper Sekarang - Oktober 22, 2025
