Melihat data perdagangan Indonesia dan Malaysia ibarat melihat “belanja dapur” industri nasional. Ketergantungan rantai pasok antara kedua negara ini sangat erat, di mana volume transaksi yang terjadi bukan lagi sekadar jutaan, melainkan miliaran Dolar AS. 

Berdasarkan data agregat tahun 2024 yang menjadi landasan tren 2025, total nilai impor dari Malaysia tercatat sangat impresif, didominasi oleh sektor energi dan manufaktur.

Bagi Anda pelaku bisnis yang mencari celah pasar, berikut adalah rincian nilai impor riil untuk komoditas-komoditas terlaris yang dapat jadi peluang bisnis, berdasarkan data Trading Economics.

Komoditas Impor Terpopuler dari Malaysia ke Indonesia

1. Energi dan bahan bakar

Tidak tergoyahkan di posisi puncak, Bahan Bakar Mineral, Minyak Bumi, dan Produk Distilasinya mencatatkan nilai impor fantastis sebesar US$ 4,84 miliar per tahun. 

Angka ini jauh melampaui kategori lainnya, menegaskan bahwa Malaysia adalah “SPBU” vital bagi kebutuhan energi industri dan transportasi Indonesia.

2. Mesin berat

Di posisi kedua, mesin, reaktor nuklir, dan boiler  menembus angka psikologis US$ 1,04 miliar. 

Tingginya angka ini menunjukkan bahwa pabrik-pabrik di Indonesia secara masif mendatangkan mesin operasional dan suku cadang dari negeri jiran untuk menjaga lini produksi tetap berjalan.

3. Bahan baku plastik

Sering luput dari perhatian, namun bahan baku plastik  adalah komoditas raksasa dengan nilai impor mencapai US$ 935,7 juta. 

Permintaan ini datang dari hampir semua sektor, mulai dari kemasan FMCG hingga komponen body otomotif.

Baca Juga: Tren Impor Indonesia 2026: Apa Artinya bagi Importir dan Strategi yang Perlu Disiapkan

4. Bahan kimia organik

Sebagai input dasar industri farmasi dan tekstil, bahan kimia organik mencatatkan nilai transaksi sebesar US$ 698,6 juta. 

Kestabilan angka ini menandakan permintaan yang selalu tinggi meski dihadapkan ekonomi yang fluktuatif.

5. Elektronik dan kelistrikan

Perangkat Elektronik dan Perlengkapan Elektrik masuk dengan nilai US$ 600,3 juta.

Ini mencakup segala hal mulai dari sirkuit terpadu (IC), kabel, hingga panel kontrol yang menjadi otak bagi mesin-mesin pabrik.

6. Besi dan baja

Infrastruktur dan konstruksi menyerap impor besi dan baja senilai US$ 277,5 juta.

Selain itu, produk turunan atau barang dari besi atau baja juga menyumbang angka tambahan sebesar US$ 192,8 juta, yang biasanya berupa pipa, tabung, atau struktur siap pasang.

7. Komoditas pangan: kakao

Menariknya, Indonesia juga mengimpor kakao dan olahannya senilai US$ 242,3 juta dari Malaysia. 

Meskipun Indonesia penghasil kakao, kita mengimpor produk olahan setengah jadi (seperti bubuk atau butter) untuk industri makanan dan minuman.

8. Produk kimia lainnya

Kategori produk kimia lainnya yang mencakup reagen laboratorium hingga cairan industri spesifik mencatatkan nilai US$ 199,3 juta. 

Ini adalah pasar niche namun dengan margin yang biasanya cukup tebal bagi importir.

9. Olahan makanan

Gaya hidup modern mendorong impor berbagai olahan makanan senilai US$ 157,2 juta. 

Produk ini sering ditemui di rak swalayan sebagai bumbu instan, saus, atau makanan kemasan siap saji.

10. Serealia dan tepung

Untuk kebutuhan industri roti dan biskuit, kategori searalia, pati, dan tepung masuk dengan nilai US$ 144,9 juta.

11. Aluminium

Sebagai bahan yang lebih ringan dari baja, aluminium diimpor dengan nilai US$ 143,3 juta, banyak diserap oleh industri otomotif dan konstruksi fasad bangunan.

12. Instrumen optik dan medis

Terakhir, peralatan canggih dalam kategori optik, foto, dan alat medis mencatatkan nilai US$ 105,9 juta. 

Komoditas ini menyasar sektor kesehatan dan laboratorium yang membutuhkan presisi tinggi.

Baca Juga: Tren Produk Impor Terlaris dari China: Peluang Bisnis di Balik Kebutuhan Industri Indonesia

Strategi Bisnis: Mengubah Data Menjadi Profit

Melihat deretan angka di atas, jelas bahwa peluang terbesar bukan pada “apa yang sedang viral”, melainkan pada “apa yang rutin dibutuhkan pabrik”. 

Menjadi pemasok B2B untuk item seperti suku cadang mesin, bahan baku plastik, atau bahan kimia menawarkan stabilitas pesanan yang jarang ditemukan di bisnis ritel.

Namun, volume besar membawa tantangan besar yakni likuiditas.

Nilai impor ratusan juta dolar ini mayoritas menuntut pembayaran cepat ke supplier. Importir sering terjepit di antara kewajiban membayar supplier Malaysia di muka, dan menunggu pembayaran dari klien korporat lokal yang bisa memakan waktu 30 hingga 60 hari (TOP).

Solusi PaperXB: Memperpanjang Napas Modal

paperxb banner

Strategi finansial menjadi pembeda antara importir biasa dan importir cerdas.

Maka dari itu, platform pembayaran B2B seperti PaperXB kini menjadi solusi krusial.

PaperXB memungkinkan Anda membayar tagihan invoice ke supplier Malaysia menggunakan kartu kredit, terlepas dari apakah supplier tersebut menerima kartu atau tidak.

Dengan PaperXB, Anda dapat menikmati perpanjangan tempo pembayaran hingga 45 hari (sesuai siklus tagihan kartu kredit Anda). 

Bayangkan dampaknya: barang bisa tiba, didistribusikan, bahkan terjual, sebelum dana tunai bisnis Anda benar-benar keluar untuk membayar tagihan kartu kredit tersebut.

Dengan data pasar yang sudah di tangan dan solusi pembayaran yang menjaga arus kas tetap sehat, tahun 2025 adalah momen yang tepat untuk memperkuat posisi Anda dalam rantai pasok Indonesia-Malaysia.

Jadi, ini saatnya untuk coba PaperXB dan buktikan sendiri praktis dan hematnya dibanding opsi konvensional.

Content Writer dengan 4 tahun pengalaman menangani konten beragam topik di berbagai industri baik B2C dan B2B, termasuk bisnis, ekonomi, keuangan, dan sebagainya. Saat ini menulis di Paper.id untuk memperkaya wawasan pemilik bisnis dan memajukan industri B2B seluruh Indonesia.
Nadiyah Rahmalia