Pada tahun 2012, Snapchat mengeluarkan fitur my story. Dalam sekejap, jumlah pengguna Snapchat naik drastis. Masa kejayaannya terhenti manakala Instagram mengeluarkan fitur Instagram Stories atau yang lebih dikenal dengan IG Story.

Dalam waktu singkat pula, Instagram mampu mengalahkan Snapchat. Menurut laporan TechCrunch, jumlah Daily active user (DAU) Instagram melonjak tinggi menjadi 250 juta warganet, mengalahkan Snapchat yang hanya 166 juta warganet.

Baca Juga: Mengupas Tuntas Strategi Pemasaran “Lifestyle Marketing” yang Dipakai Lululemon

Dibalik kesuksesannya, fitur IG Story sejatinya mirip dengan fitur my story dari Snapchat. Langkah Instagram dalam menyontek fitur Snapchat telah menjadi hal umum dalam persaingan bisnis masa kini. Sudah banyak perusahaan top dunia juga melakukan langkah serupa demi mengalahkan pesaingnya dan meraup untung.

Kali ini, Paper.id akan membahas seputar strategi menyontek yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di dunia. Apa motifnya serta bagaimana cara-cara yang diambil agar mereka dapat mengalahkan pesaing mereka?

Mengapa “Menyontek” Kerap Dilakukan dalam Persaingan Bisnis?

Instagram Engagement Rate
Langkah Instagram dalam membuat Instagram Story yang mirip dengan Snapchat Story membuatnya untung besar

Drake Bennett, seorang penulis media Bloomberg pernah menulis sebuah artikel berjudul The Imitation Economy untuk media Boston Globe yang menjelaskan mengenai fenomena saling contek dalam bisnis. Dalam artikelnya, Drake mengatakan bahwa

Indeed, what looks like innovation is often actually artful imitation — tech-savvy observers see Apple’s real genius not in how it creates new technologies (which it rarely does) but in how it synthesizes and packages existing ones.”

Perkataan diatas menunjukkan bahwa menyontek atau imitasi merupakan sebuah langkah penyempurnaan dari hal yang sudah ada. Bahkan, inovasi yang ada bisa saja bersumber dari ide yang sudah ada sebelumnya.

Inovasi dibutuhkan oleh perusahaan untuk menelurkan ide baru demi kemajuan bisnis. Namun, inovasi membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang tidak sedikit, dan resiko kegagalan yang membayangi di belakangnya.

Hal tersebut mengandung resiko yang besar bagi dunia bisnis. Dunia bisnis yang berkembang semakin cepat mengharuskan sebuah perusahaan untuk bergerak cepat dalam menelurkan inovasi agar mereka tidak tertinggal.

Kemajuan teknologi dan keberadaan internet juga diklaim menjadi dalang berkembangnya budaya saling contek. Dengan begitu, setiap perusahaan dapat menyontek fitur competitor mereka dengan cepat. Langkah ini minim resiko dan bisa mengoptimalkan keuntungan yang didapat.

Seperti harus punya banyak inspirasi terkait strategi bisnis, ada baiknya juga kamu punya banyak opsi pembayaran ke mitra bisnis. Melakukannya tidak perlu ribet, hanya tinggal pilih metode pembayaran yang diinginkan lewat Paper.id

Apakah Strategi Ini Akan Selalu Berhasil?

Secara umum, perusahaan cenderung meniru strategi competitor mereka dan mengembangkannya menjadi strategi yang lebih baik. Langkah Instagram dalam mengembangkan IG Stories, Xiaomi yang meniru Apple dan lainnya merupakan beberapa contoh langkah yang berhasil. Lantas, apakah strategi ini akan selalu berhasil? Jawabannya tidak.

Ada 3 alasan kenapa strategi copycat tidak akan selalu berhasil. Pertama, karena efek reverse causality. Menurut Forbes, efek reverse causality menjelaskan bahwa langkah untuk menyontek hal yang ada tidak selalu berhasil karena, apa yang mereka akan dapatkan justru adalah efek yang sama dengan apa yang sudah diraih oleh perusahaan pencetusnya.

Baca Juga: 5 Strategi Pemasaran Amazon yang Harus Diterapkan di Bisnismu

Kedua, keberuntungan tidak bisa di-copy. Terkadang, strategi yang ada memiliki resiko yang tinggi sehingga, ada “faktor X” yang dibutuhkan untuk membuatnya berhasil yakni keberuntungan. Hal yang sama tidak bisa dilakukan berulang kali terutama strategi bisnis.

Ketiga, meniru hanya akan memberikan efek yang singkat saja. Perusahaanmu mungkin akan mendapatkan sorotan yang besar, tapi itu hanya dalam waktu yang sebentar. Selebihnya, inovasi dan strategi tetap dibutuhkan untuk membuat perusahaanmu tetap berdiri di tengah persaingan yang ketat.

Salah satu strategi pemasaran klasik yang ada adalah dengan menciptakan sebuah identitas agar dikenal dan selalu diingat dengan mudah. Salah satu contoh otentik adalah persaingan BMW dan Mercedes Benz.

Keduanya merupakan pabrikan mobil asal Jerman yang sama-sama memproduksi mobil mewah. Meski sama-sama bergerak di ranah yang sama, baik BMW maupun Mercedes Benz menerapkan langkah konvensional dengan membangun identitas yang kuat dari lama, sehingga, mereka tidak akan kalah, meski banyak pesaing baru yang bermunculan di pasar otomotif.

Penulis buku ternama, Breaking Bad Habits, Freek Vermeulen mengatakan bahwa perusahaan perlu melakukan observasi terhadap langkah yang ada. Selain itu, divisi Research & Development atau R&D memegang peranan penting dalam membuat sebuah inovasi untuk produk atau fitur baru.

Simak terus blog Paper.id untuk insight-insight bisnis menarik lainnya, dan jangan lupa daftarkan bisnismu ke Paper.id untuk nikmati mudahnya buat invoice online dan bayar bisnis dengan opsi yang beragam.

Klik tombol di bawah ini untuk registrasi gratis, ya!

Daniel Nugraha