Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar tetap berjalan di tengah wabah virus COVID-19, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah stimulus yang terangkum ke dalam 3 stimulus, stimulus fiscal, non-fiskal, dan sektor ekonomi. Ketiga stimulus tersebut berkaitan dengan kebutuhan masyarakat di bidang usaha, bisnis, pajak, dan lainnya.

Menteri keuangan Indonesia, Ibu Sri Mulyani telah berkoordinasi bersama sejumlah institusi seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan serta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Koordinasi tersebut telah melahirkan sejumlah keputusan.

Baca juga: Diterpa Corona, farmasi dan supermarket tetap berdiri

Pada 19 Maret 2020, Bank Indonesia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5% ke 5,4% menjadi 4,2% hingga 4,6%. Untuk mengurangi dampak negatif yang lebih besar, 3 stimulus yang diberikan berpengaruh terhadap beragam sektor yang ada di masyarakat.

Stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat

Stimulus fiskal berkaitan dengan beberapa kebijakan seperti:

  • Pembebasan sementara pajak penghasilan atau PPh 21 selama 6 bulan untuk pekerja industri pengolahan. Dengan begitu, hal ini dapat mempertahankan daya beli pekerja yang bekerja di sektor industri. Peraturan ini berlaku mulai April hingga September 2020.
  • Penundaan pembayaran pajak penghasilan impor atau PPh pasal 22 selama 6 bulan. Relaksasi ini diberikan untuk 19 sektor tertentu, wajib pajak untuk kemudahan impor tujuan ekspor atau KITE serta wajib pajak KITE untuk industri kecil menengah. Peraturan ini berlaku mulai April hingga September 2020.
  • Pengurangan pajak penghasilan atau PPh pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan. Hal ini diharapkan dapat memberikan ruang cashflow bagi industri dengan penundaan pajak hingga Rp 4,2 triliun.
  • Pembebasan pajak restoran dan hotel selama 6 bulan. Kebijakan tersebut diberlakukan untuk 10 destinasi wisata dan 33 kota atau kabupaten. Peraturan ini berlaku mulai April hingga September 2020.
  • Percepatan penyaluran untuk bantuan sosial, subsidi untuk perumahan rakyat serta implementasi kartu prakerja.
  • Diskon tiket penerbangan hingga 50% untuk setiap 25% kursi bagi pesawat yang dari dan menuju 10 tempat wisata utama. Untuk hal ini, pemerintah telah mengeluarkan kocek hingga Rp 300 miliar dari dana APBN.
  • Asuransi dan santunan bagi para tenaga medis yang menangani pasien-pasien yang terkena virus corona dengan anggaran yang disediakan sebesar Rp 3 triliun hingga Rp 6,1 triliun.
  • Relaksasi restitusi untuk pajak pertambahan nilai atau PPN dipercepat selama 6 bulan. Hal ini diharapkan dapat membantu likuiditas perusahaan yang terkena wabah virus COVID-19 dengan nilai restitusi mencapai Rp 1,97 triliun. Peraturan ini berlaku mulai April hingga September 2020.

Baca juga: Kontroversial, ini 3 peluang usaha yang muncul akibat wabah virus corona

Stimulus non fiskal yang berkaitan dengan ekspor dan impor

Stimulus non fiskal dikeluarkan oleh pemerintah dengan harapan dapat membantu kegiatan ekspor dan impor tetap berjalan di tengah wabah.

  • Percepatan proses ekspor dan impor bagi para pelaku usaha yang memiliki reputasi baik.
  • Proses percepatan ekspor impor dengan national logistic system.
  • Penyederhanaan atau pengurangan untuk larangan terbatas pada 749 dari 1357 total barang menurut kode HS. Dengan begitu, hal ini diharapkan dapat membuat kegiatan ekspor berjalan lancar dan meningkatkan daya saing ekspor.
  • Penyederhanaan atau pengurangan larangan terbatas impor bagi perusahaan yang berstatus sebagai produk pangan strategis, produsen, dan komoditi hortikultura, obat, hewan dan bahan obat serta makanan.

Stimulus untuk sektor keuangan

Sejumlah stimulus telah dikeluarkan untuk membantu sektor ekonomi seperti

  • OJK mengeluarkan kelonggaran bagi emiten untuk melakukan buyback saham tanpa melalui mekanisme rapat umum pemegang saham.
  • Kelonggaran restrukturisasi kredit dari OJK.
  • Relaksasi pembayaran untuk iuran program jaminan sosial pada tenaga kerja yang bekerja di sektor yang terkena dampak COVID-19.
  • Ketentuan BI untuk underlying transaksi bagi para investor asing diperluas, sehingga mampu memberikan alternatif untuk melindungi nilai kepemilikan Rupiah.
  • Penurunan pada suku bunga acuan Bank Indonesia 50 BPS dan Giro wajib minimum Rupiah maupun valuta asing.