Paper.id Blog – Saat ini dunia kuliner telah dihebohkan tentang pemberitaan yang tengah viral. Diketahui pemberitaan ini didapatkan dari salah satu konsumen atau pembeli yang mengatakan bahwa salah satu produk minuman manis yang berupa es teh kekinian itu memiliki kandungan gula sebanyak 3 kg, dikarenakan rasanya yang sangat manis. Mencuatnya kabar atau berita ini tentunya membangunkan kembali rencana Kementerian Keuangan untuk menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK)

Minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK di Indonesia telah meningkat secara signifikan saat ini, menjadikan Indonesia sebagai konsumen MBDK ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada tahun 2020. Tingginya konsumsi MBDK dapat memiliki banyak implikasi kesehatan, seperti diabetes, obesitas, kerusakan hati dan ginjal serta penyakit jantung. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah memasukkan penerimaan cukai dari MBDK ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini. Sebab, pemerintah menilai MBDK bisa memenuhi syarat sebagai barang kena cukai. Meski sudah diatur dalam APBN, namun cukai pada MBDK belum dilaksanakan.

Baca Juga: Mengenal Warteg Kharisma Bahari, Warteg Dengan Ratusan Cabang di Indonesia!

Sejalan dengan program pemerintah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk mengenakan cukai pada MBDK dan akan menerbitkan peraturan atau keputusan tentang hal ini.

Pengenaan cukai MBDK

Menurut Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), MBDK telah memenuhi persyaratan barang kena cukai, karena

  1. Konsumsinya perlu dikendalikan
  2. Perlu diawasi peredarannya
  3. Penggunaannya dapat memiliki berdampak negatif terhadap masyarakat atau lingkungan hidup
  4. Penggunaannya memerlukan pengenaan pungutan negara, oleh karena itu dikenakan cukai pada MBDK.

CISDI meyakini bahwa pembatasan konsumsi MBDK melalui kebijakan cukai dan pengaturan pemasaran, serta pembatasan ketersediaan MBDK di tempat umum dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

Kemenkeu menjelaskan bahwa pengenaan cukai sesuai dengan reformasi keuangan Indonesia. Cukai MBDK juga merupakan bentuk implementasi harmonisasi undang-undang perpajakan Indonesia. Meskipun CISDI merekomendasikan agar pemerintah mengenakan tarif cukai MBDK sebesar 20%, Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa tarif cukai MBDK akan tergantung pada kandungan gula dan pemanis buatan. Tarif akan naik jika kandungan gula atau pemanis buatan dalam suatu produk lebih tinggi. 

Baca Juga: Tentang QRIS, Metode Pembayaran Baru & Efeknya Terhadap Bisnis di Indonesia

Dampak cukai MBDK

Berdasarkan penelitian CISDI, Cukai MBDK merupakan instrumen fiskal yang cost-effective untuk

  1. Mengurangi konsumsi MBDK
  2. Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi konsumsi MBDK
  3. Berkontribusi secara substantif terhadap pendapatan Negara
  4. Berkontribusi terhadap peningkatan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang

Pengenaan cukai MBDK juga dianggap sebagai insentif bagi pelaku usaha makanan dan minuman untuk merumuskan kembali produknya dengan mengurangi kadar gula dan mempromosikan alternatif produk rendah gula. Selain itu pengenaan cukai MBDK bisa meningkatkan penerimaan negara secara optimal. Dana yang terkumpul dari cukai ini akan digunakan untuk menangani dampak konsumsi MBDK. Misalnya, penerimaan cukai MBDK berpotensi menutupi defisit pembayaran BPJS Kesehatan. Terutama karena tingginya biaya pengobatan yang disebabkan oleh obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya.

Di sisi lain, cukai MBDK dapat merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM. Penerapan cukai MBDK dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi dan logistik yang akan menurunkan permintaan konsumen sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi pelaku usaha. Oleh karena itu pengenaan cukai pada MBDK di Indonesia memiliki pro dan kontra. Pemerintah perlu melakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai hal ini, dengan tidak hanya mempertimbangkan pandangan otoritas yang berwenang, tetapi juga pandangan para pelaku usaha terkait, dengan tujuan agar penerapan MBDK cukai dapat dilakukan secara optimal.

Daniel Nugraha