Berapa banyak uang tunai yang ada di dompet kamu saat ini? Coba bandingkan dengan 10 tahun lalu? Jumlahnya pasti akan lebih sedikit. Kenapa? semuanya terjadi karena satu hal, yaitu teknologi. Cashless sudah menjadi budaya yang mulai dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.

Dengan alat pembayaran non tunai (via kartu ataupun mobile apps), apa saja yang bisa kamu lakukan? Belanja, makan, dan melakukan berbagai kegiatan lainnya. Namun, apakah kamu pernah membayangkan bagaimana jadinya sebuah negara yang sudah mengubah total alat transaksi tersebut?

Apa yang terjadi jika uang tunai sudah tidak digunakan lagi? Saat ini, hanya ada satu negara yang hampir mencapai zona tersebut. Swedia menjadi negara yang hampir sepenuhnya menggunakan metode transaksi online. Maret 2023, negara asal Skandinavia tersebut bahkan berani mengatakan jika sudah 100% cashless.

Dalam finansial, menjadi yang pertama bukanlah sesuatu yang baru bagi Swedia. Sebab, mereka juga merupakan pionir yang memperkenalkan penggunaan uang kertas pertama kali pada tahun 1661 silam. Dengan kata lain, butuh 362 tahun bagi mereka untuk ‘sekali lagi’ mengubah cara pandang dunia terhadap penggunaan uang.

Perkembangan Cashless di Swedia

Bergesernya Tren Transaksi Pembayaran di Industri 4.0

Di sepanjang tahun 2018, sekitar 18% transaksi masih dilakukan dengan uang kartal (tunai). Namun dalam dua tahun ke depan, angka tersebut diprediksi akan semakin turun seiring dengan semakin banyaknya cara pembayaran non tunai, mulai dari penggunaan kartu hingga mobile apps. Warga Swedia bisa menggunakannya secara bebas.

Laporan dari Sputnik, masih ada sekitar 97% menerima pembayaran via transaksi tunai namun hanya sekitar 18% saja transaksi yang terjadi. Lebih lanjut, sebagian besar bank cabang di Swedia sudah tidak lagi menerima penarikan ataupun penabungan uang tunai lantaran hal itu tidak berlakukan lagi.

Cashless memang mulai menjadi bagian dari hidup warga di Swedia. Uniknya, warga disana lebih banyak menggunakan kartu dibandingkan mobile apps. Hal itu tentunya sangat berbanding terbalik dengan tren di dunia yang lebih banyak membayar via smartphone mereka.

Sebagai sebuah negara yang memang ingin menuju cashless society, pemerintah Swedia memang sangat mendukung penuh mengenai hal ini. Hampir semua lini bisnis sudah bisa dibayarkan dengan pembayaran non tunai. Apa ada yang bisa mendekati kedigdayaan Swedia?

India Tak Mau Kalah

Diskon Potongan Harga

Jika mengatakan Swedia menjadi satu-satunya negara yang fokus ke dalam cashless society sepertinya terlalu naif. Sebab, India juga tengah mengembangkan hal serupa. Keinginan petinggi negara di sana terjadi lantaran cashless dianggap menjadi satu-satunya cara untuk menghapus black money (pencucian uang) yang marak berkembang di India.

Menurut laporan Tirto, India sudah melakukan demonetisasi dengan menghilangkan pecahan uang 500 rupe dan 1000 rupe. Selain itu, mereka juga dibantu oleh sebuah aplikasi pembayaran digital bernama PayTM (Payment Through Mobile). Apa yang membuat PayTM begitu spesial?

Aplikasi pembayaran non tunai selalu identik dengan penggunaan oleh kalangan kelas menengah ke atas dan juga kalangan kamu pelajar. Sebaliknya, PayTM malah dibuat untuk menjangkau target yang berbeda. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan bekerja sama dengan pedagang di pasar-pasar tradisional.

PayTM sudah ada sejak tahun 2014. Hingga saat ini, mereka bisa dibilang sebagai pionir dan juga aplikasi pembayaran digital di India karena telah digunakan oleh lebih dari 200 juta jiwa penduduk disana dari total penduduk 1,3 miliar jiwa.

Keinginan Indonesia Menyusul

5 Metode Pengadaan Barang Yang Harus Anda Ketahui

Indonesia jelas tidak mau tertinggal dibandingkan negara-negara di atas. Saat ini, sudah ada banyak sekali aplikasi pembayaran digital yang ada dan dimanfaatkan dengan baik oleh para konsumen. Sayangnya, persebaran itu kurang merata ke semua pihak.

Tidak semua pedagang bisa mendapatkan akses istimewa itu sehingga penggunaan metode cashless terkendala. Padahal, apabila sebuah aplikasi transaksi online bisa menyasar ke pasar target menengah ke bawah, mungkin mereka bisa memenangkan kompetisi yang semakin besar.

Sejauh ini, Gopay dari Gojek memang masih memimpin pasar di Indonesia. Pada awalnya, Gopay hanya bisa digunakan untuk melakukan pembayaran dengan mitra namun saat ini, mereka telah bekerjasama dengan ratusan ribu pedagang sehingga transaksi online bisa dicapai.

Sisi Kelam Pembayaran Digital

Aplikasi Keuangan

Sebagian besar orang mengatakan jika menggunakan pembayaran digital lebih aman karena kalo memegang uang dalam bentuk tunai, rawan akan copet ataupun tindak kejahatan lainnya. Benarkah demikian? Faktanya, pembayaran non tunai bisa saja menjadi lebih berbahaya di sisi konsumen.

Pertama, penggunaan pembayaran digital membuat privasi seseorang sudah tidak ada lagi. Sebab, semua transaksi tercatat dan bisa dilihat. Data-data tersebut memang tidak akan dibocorkan oleh pihak aplikasi namun bagaimana jika ada kerusakan atau keteledoran sehingga data tersebut keluar sendirinya?

Selanjutnya, pembayaran online juga rawan akan dengan hacking. Hal ini sudah beberapa kali terjadi dan merugikan pihak konsumen. Hacking bisa terjadi dan mengambil semua uang yang ada di dalamnya. Pencurian digital lebih susah ditangkap dibandingkan dengan konvensional.