Senin, 19 November 2018, Kemenkominfo telah resmi mencabut gelombang saluran frekuensi 2,3 GHz yang biasa digunakan oleh PT. First Media, PT Internux dan PT. Jasnita Telekomindo. Ketiga perusahaan yang menyediakan jasa layanan internet tersebut diketahui masih menunggak biaya ‘sewa’ frekuensi sehingga izinnya dicabut. Sejatinya, Kemenkominfo telah memberikan deadline hingga 17 November namun mereka anggap tidak ada itikad baik dari pihak tergugat untuk melunasi hutangnya.

Kemenkominfo jelas amat marah kepada ketiga perusahaan layanan jasa tersebut. Bagaimana tidak, hutang yang mereka dibuat jumlahnya sangat banyak. Sebagai bukti, PT First Media ditenggarai menunggak biaya sewa dengan total mencapai Rp. 364 miliar sedangkan PT Internux (Bolt!) sebesar Rp. 343 miliar. Yang lebih mencengangkan lagi, kedua perusahaan tersebut berada di bawah naungan yang sama, yaitu PT. Lippo Group.

Jika ditotal, tunggakan yang harus dibayarkan oleh PT. Lippo Group terhadap Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio mencapai Rp. 707 miliar. Sedangkan, PT. Jasnita Telekomindo juga terkena masalah serupa. Akan tetapi tunggakan mereka hanyalah sekitar Rp. 2,197 miliar. Ijin yang dicabut oleh Kemenkominfo adalah frekuensinya bukan pengoperasiannya.

Jika menengok dari permasalahan yang diterima ketiga perusahaan jasa layanan internet tersebut, apakah benar apabila bisnis internet ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan?

Baca juga : Peran Internet dalam Manajemen Rantai Pasok di B2B

First Media Dicabut, Selalu Alami Kerugian

Menurut keterangan Kemenkominfo, tunggakan yang dibuat oleh PT. First Media telah dimulai sejak tahun 2016 atau kurang lebih dua tahun lalu. Setelah ditelusuri, perusahaan jasa tersebut memang sedang mengalami masalah yang pelik. Bahkan, pada tahun ini, mereka telah mengalami kerugian mencapai Rp 2.9 triliun atau naik lebih dari 100% dari tahun sebelumnya yakni Rp. 1.4 triliun.

Usut punya usut, keuntungan yang didapatkan oleh PT. First Media setiap tahunnya memang tidaklah lebih besar dari kerugian yang diterima. Dilansir dari laporan tahunan perusahaan tersebut, laba bersih pada tahun 2017 saja hanya mencapai Rp. 982 miliar padahal kerugiannya Rp. 1.4 triliun. Jika disimpulkan, perusahaan jasa tersebut mengalami defisit mencapai Rp. 500 miliar.

Pada tahun ini, kerugian yang dialami oleh PT. First Media bahkan lebih parah, yakni mencapai Rp. 2.9 triliun padahal pemasukkan mereka baru hanya sekitar Rp. 695 miliar. Dengan jumlah yang sangat timpang tersebut, bagaimana cara mereka melunasi hutang biaya penyewaan frekuensi?

Pindah ke Operator Lain

Apakah dengan dicabutnya izin penggunaan frekuensi BHP membuat First Media dan BOLT! tidak dapat digunakan? jawabannya tidak. Sebab, kedua layanan jasa tersebut masih bisa dinikmati oleh konsumennya hingga saat ini. Cuma, pelanggan akan dialihkan dengan menggunakan operator lain. Akan tetapi, penggunaanya akan terus diawasi oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Selain itu, First Media juga masih tetap digunakan oleh para konsumen seperti biasa. Sebab, layanan tersebut masih menggunakan fiber optic dan kabel koaksial sebagai wadah penghantarnya. Jadi, para konsumen tidak perlu khawatir dengan gangguan akses internet yang bisa mengganggu aktivitas mereka di dunia maya.

Hingga berita ini ditulis, belum ada kejelasan kapan izin pengunaan frekuensi BHP itu bisa kembali digunakan. Yang jelas, berita First Media dicabut ini menjadi pukulan telak bagi PT. Lippo Group yang memang tengah mengalami banyak permasalahan, salah satunya adalah suap mega proyek Meikarta yang berada di Cikarang, Bekasi.

Baca juga : Cara pakai QRIS di Paper.id, Mudah & Cepat!

Bisnis Internet Tidak Menguntungkan?

Jika melihat dari tren yang ada saat ini, memang pengguna wifi di setiap rumah sudah cukup banyak. Akan tetapi, PT. First Media kesulitan untuk bertahan apabila hanya bergantung dengan menggunakan keuntungan dari jasa penyewaan WIFI tersebut. Perusahaan layanan jasa itu mengakui juga jika keuntungan mereka bertumbuh sebanyak 3% dari Rp. 571 miliar menjadi Rp. 551 miliar.

Tetapi, apakah jumlah tersebut bisa menutupi jumlah hutang untuk biaya penyewaan PHB? kenyataannya tidak. Sebenarnya, PT. First Media mempunyai model bisnis lainnya, yaitu penyewaan TV kabel berlangganan. Sayangnya, kepemilikan hak atas model bisnis itu sudah dijual kepada PT. Link Net di tahun 2014 sehingga pemasukkan mereka hanya berfokus di penjualan WIFI saja.

Selepas penjualan hak tersebut, PT. First Media pun langsung mengalami kerugian pendapatan pada tahun 2015, yakni sebesar Rp. 1.06 triliun. Padahal, satu tahun sebelumnya, ketika masih mendapatkan pemasukkan dari tv berlangganan, pendapatan mereka sebesar Rp. 2.02 triliun. Dari laporan keuangan tersebut dapat disimpulkan jika bisnis internet tidak bisa memang tidak memberikan keuntungan yang signifikan.

 

Daniel Nugraha